
cuan128 – Pembalap Red Bull KTM, Pedro Acosta, masih menantikan kemenangan perdana di kelas premier yang tak kunjung datang sejak debut pada tahun lalu.
Kiprah Pedro Acosta di MotoGP 2025 masih belum menggigit sampai menjelang seri kedelapan, MotoGP Aragon 2025 (6-8 Juni).
Dibandingkan dengan musim debutnya di kelas para raja pada tahun lalu, hasil eks rookie sensasional berusia 21 tahun itu malah lebih melempem.
Acosta meraih hasil terbaik dengan capaian finis keempat pada balapan utama GP Prancis 2025.
Selebihnya, Juara Dunia dua kali itu rata-rata berada di luar 5 besar.
Finis keenam, ketujuh, atau kedelapan, jelas menjadi hasil yang drastis bagi pembalap yang tahun lalu bersaing untuk podium.
Bahkan Acosta malah digadang-gadang bisa memecahkan rekor Marc Marquez sebagai pemenang balapan termuda di kelas utama MotoGP/500cc.
Acosta mampu ‘mencaplok’ sejumlah pembalap berpengalaman, tak terkecuali Francesco Bagnaia dan Marquez, dan berhasil meraih 5 podium di balapan utama dan 1 pole position.
Seri demi seri, pekan demi pekan dilalui Acosta dengan harapan bisa merasakan manisnya kemenangan pertama di kelas MotoGP.
Namun tahun ini, hasilnya malah jauh di bawah ekspektasi.
Sejak memasuki paruh kedua musim lalu, Acosta sebenarnya sudah mengeluhkan tanda-tanda kemunduran motor KTM RC16.
Bukan soal isu finansial yang menghantam pabrikan Mattighofen, Austria, melainkan lebih ke perkara teknis dari si kuda besi.
Taji motor KTM yang sebelumnya sukses membuktikan diri sebagai calon penantang gelar di kelas utama hilang dengan paceklik kemenangan sejak 2022.
Acosta bahkan sudah ke tahap seperti ‘lelah’ menunggu kapan dia bisa menang di kelas para raja.
“Cukup menyedihkan melihat diri Anda sudah berusaha sempurna dalam kecepatan, bagaimana mengangkat motor, sudut kemiringan,” kata Acosta dikutip Bolasport dari Motosan.es.
“Itu semua dilakukan dalam jarak yang dekat… lalu Anda kehilangan segalanya di aspek kecepatan untuk sesuatu yang sudah jelas.”
“Kami sama sekali tidak punya cengkeraman sebagaimana motor pabrikan lain,” tegasnya.
Acosta memberikan kode keras ke KTM, bahwa kemenangan yang dia inginkan tidak bisa hanya dicapai dengan ambisi dan kerja dari dirinya sendiri sebagai pembalap.
Harus ada bala bantuan dari sisi teknis yang tidak lain dari KTM sendiri.
“Saya tidak mau menunggu selama hidup saya untuk menjadi juara,” kata Acosta menegaskan bahwa waktu menjadi hal krusial bagi karier pembalap.
“Saya tidak bisa menerimanya. Saya tidak bisa bersabar lagi.”
“Kesempatan itu datang sekali dalam hidup. Saya butuh bantuan dari pabrikan. Itu saja,” tegasnya.
Acosta sejatinya tidak hilang kepercayaan pada pabrikan yang sudah mendampinginya sejak dia masih tampil di Kejuaraan Dunia Junior Moto3 (sekarang JuniorGP) dan Rookies Cup.
Akan tetapi, si Hiu dari Mazarron tersebut tidak mau waktunya terbuang sia-sia jika tidak ada perubahan signifikan yang dilakukan timnya.
“Anda hanya menjadi orang muda sampai Anda sudah tidak lagi muda,” kata Acosta.
“Banyak bintang kejuaraan balap yang tumbuh dengan cepat tetapi juga hilang dengan cepat.”
“Freddie Spencer, ingat tidak?” imbuhnya merujuk legenda MotoGP yang menjadi juara kelas utama dua kali di usia 23 tahun pada 1980-an.
“Dia memenangi dua gelar juara dunia, tetapi kemudian mengalami cedera pada lengannya dan dia tidak pernah sama seperti dulu lagi (sebelum cedera),” tandasnya.
Acosta menegaskan bahwa dia tidak berbicara untuk dirinya sendiri saja.
“Ini bukan cuma saya. Kami berempat di KTM gagal menembus kualifikasi 2 akhir pekan ini (GP Inggris) dan mereka semua menderita.”
“Kami butuh bantuan dari pabrikan. Saya bicara tentang empat pembalap, bukan cuma saya,” tegasnya.